Minggu, 05 Desember 2010

INDUSTRI

Suatu bahan atau zat dinyatakan sebagai racun apabila zat tersebut menyebabkan efek yang merugikan pada yang menggunakannya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan keterangan sebagai berikut. Pertama, suatu bahan atau zat, termasuk obat, dapat dikatakan sebagai racun apabila menyebabkan efek yang tidak seharusnya, misalnya pemakaian obat yang melebihi dosis yang diperbolehkan. Kedua, suatu bahan atau zat, walaupun secara ilmiah dikategorikan sebagai bahan beracun, tetapi dapat dianggap bukan racun bila konsentrasi bahan tersebut di dalam tubuh belum mencapai batas atas kemampuan manusia untuk mentoleransi. Ketiga, kerja obat yang tidak memiliki sangkut paut dengan indikasi obat yang sesungguhnya dianggap sebagai kerja racun.
Bahan atau zat beracun pada umumnya dimasukkan sebagai bahan kimia beracun, yaitu bahan kimia yang dalam jumlah kecil dapat menimbulkan keracunan pada manusia atau makhluk hidup lainnya. Pada umumnya bahan beracun, terutama yang berbentuk gas, masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan dan kemudian beredar ke seluruh tubuh atau menuju organ tubuh tertentu.
Bahan beracun tersebut dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu seperti hati, paru-paru dan lainnya, tetapi zat beracun tersebut juga dapat berakumulasi dalam tulang, darah, hati, ginjal atau cairan limfa dan menghasilkan efek kesehatan dalam jangka panjang. Pengeluaran zat beracun dari dalam tubuh dapat melalui urine, saluran pencernakan, sel epitel dan keringat.
Klasifikasi Toksisitas
Untuk mengetahui apakah suatu bahan atau zat dapat dikategorikan sebagai bahan yang beracun (toksik), maka perlu diketahui lebih dahulu kadar toksisitasnya. Menurut Achadi Budi Cahyono dalam buku “Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri” (2004), toksisitas adalah ukuran relatif derajat racun antara satu bahan kimia terhadap bahan kimia lainnya pada organism yang sama. Sedangkan Depnaker (1988) menyatakan bahwa toksisitas adalah kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan pada organism hidup.
Kadar racun suatu zat danyatakan sebagai Lethal Dose-50 (LD-50), yaitu dosis suatu zat yang dinyatakan dalam milligram bahan per kilogram berat badan, yang dapat menyebabkan kematian pada 50% binatan percobaan dari suatu kelompok spesies yang sama.
Selain LD-50 juga dikenal istilah LC-50 (Lethal Concentration-50), yaitu kadar atau konsentrasi suatu zat yang dinyatakan dalam milligram bahan per meter kubik udara (part per million/ppm), yang dapat menyebabkan 50% kematian pada binatang percobaan dari suatu kelompok spesies setelah binatang percobaan tersebut terpapar dalam waktu tertentu.
Efek dan Proses Fisiologis
Efek toksik akut berkolerasi secara langsung dengan absorpsi zat beracun. Sedangkan efek toksik kronis akan terjadi apabila zat beracun dalam jumlah kecil diabsorpsi dalam waktu lama yang apabila terakumulasi akan menyebabkan efek toksik yang baru.
Secara fisiologis proses masuknya bahan beracun ke dalam tubuh manusia atau makhluk hidup lainnya melalui beberapa cara, yaitu: (1) Inhalasi (pernapasan), (2) Tertelan, (3) Melalui kulit. Bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh tersebut pada akhirnya masuk ke organ tubuh tertentu melalui peredaran darah secara sistemik.
Organ tubuh yang terkena racun di antaranya adalah paru-paru, hati, susunan syaraf pusat, sumsum tulang belakang, ginjal, kulit, susunan syaraf tepi, dan darah. Organ tubuh yang sangat penting tersebut akan dapat mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya jika terkena racun.
Perlindungan Masyarakat Sekitar Perusahaan Industri
organisasi dan industri dituntut untuk meningkatkan pertanggungjawaban terhadap konservasi lingkungan. Berdasarkan kondisi ini, maka tuntutan peraturan dunia terhadap pertanggungjawaban organisasi dan industri dalam pengelolaan lingkungan menjadi meningkat. Konservasi lingkungan telah menjadi tuntutan dari pelanggan negara maju yang secara sadar melihat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan dilaksanakan sejak dini untuk meminimalkan kerusakan lingkungan di masa depan, maka berdasarkana kesepakatan international pada tahun 1996 International Organization for Standardization meluncurkan suatu standard untuk mengelola lingkungan secara professional di dalam organisasi dan industri, standard tersebut disebut Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:1996. Namun melihat perkembangan industri dewasa ini, pada tahun 2003 dilakukan revisi terhadap system tersebut dan diluncurkan pada tahun 2004. Standard tersebut untuk selanjutnya disebut ISO 14001:2004.
ISO 14001:2004dibangun atas dasar elemen – elemen yang menetapkan :
1. Spesifikasi aspect dan dampak lingkungan
2. Prosedur dan instruksi kerja yang akurat
3. Proses yang konsisten
4. Kesesuaian dengan tujuan dan target organisasi dalam meningkatkan kinerja lingkungan
5. Minimasi limbah
6. Keterkaitan dengan peraturan dan perundangan
7. Konsistensi hasil, kejujuran penerapan dan deskripsi produk yang cermat
8. Evaluasi kinerja
9. Kesehatan dan keselamatan pekerja
10. Komunikasi ke pihak – pihak terkait perlindungan lingkungan
ISO 14001:2004adalah sistem manajemen yang dinamis, dimana dapat diterapkan bersama system manajemen mutu ISO 9001dan dapat disesuaikan dengan dengan perubahan organisasi dan industri, perubahan peraturan / perundangan yang berlaku maupun perubahan ilmu dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA :
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/02/11/mewaspadai-toksisitas-bahan-beracun/
http://zicoe.com

Minggu, 28 November 2010

PRTAMBANGAN

Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi ; logam-logam mineral antara lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain dan bahan-bahan organik seperti batubara, batu-batu berharga seperti intan, dan lain- lain.Pembangunan dan pengelolaan pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh.

Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.

Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih daripada diluar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai pengarhu yang timbal balik dengan lingkunganya. Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keaneka ragaman udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran udara setempat.

Suatu pertambangan yang lokasinya jauh dari masyarakat atau daerah industri bila dilihat dari sudut pencemaran lingkungan lebih menguntungkan daripada bila berada dekat dengan permukiman masyarakat umum atau daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang juga menentukan jenis dan bahaya yang bisa timbul pada lingkungan. Akibat pencemaran pertambangan batu bara akan berbeda dengan pencemaran pertambangan mangan atau pertambangan gas dan minyak bumi. Keracunan mangan akibat menghirup debu mangan akan menimbulkan gejala sukar tidur, nyeri dan kejang – kejang otot, ada gerakan tubuh diluar kesadaran, kadang-kadang ada gangguan bicara dan impotensi.

Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang mengakibatkan gangguan pad lingkungan, maka perlua adanya perhatian dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya. Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnyatidak lepas dari bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/ uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan.

Dalam rangka menghindari terjadinya kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekosistem baik itu berada di lingkungan pertambangan ataupun berada diluar lingkungan pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap :
1. Cara pengolahan pembangunan dan pertambangan.
2. Kecelakaan pertambangan.
3. Penyehatan lingkungan pertambangan.
4. Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul.
SUMBER :
Santoso, B, 1999, “ilmu lingkungan industri”, Universitas Gunadarma, Depok.

Rabu, 17 November 2010

ILMU TEKNOLOGI DAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN

A. Hubungan lingkungan dengan pembangunan
Karena peningkatan usaha pembangunan maka akan terjadi pula peningkatan penggunaan sumber daya uuntuk menyokong pembangunan dan timbulnya permasalahan-permasalahan dan lingkungan hidup manusia.Dalam pembangunan, sumber alam merupakan komponen yang penting dimana sumber alam ini memberikan kebutuhan asasi bagi kehidupan. Dalam penggunaan sumber alam tadi, hendaknya keseimbangan ekosisitem tetap terpelihara. Seringkali karena meningkatnya kebutuhan akan hasil proyek pembangunan, keseimbangan ini bisa terganggu, yang kadang-kadang bisa membahayakan kehidupan umatProses pembangunan mempunyai akibat-akibat yang lebih luas terhadap lingkungan hidup manusia, baik akibat langsung maupun akibat sampingan seperti pengurangan sumber kekayaan alam secara kuantitatif dan kualitatif, pencemaran biologis,pencemaran kimiawi,ganguan fisik dan ganguan sosial-budaya.Kerugian-kerugian dan perubahan-perubahan terhadap lingkungan perlu diperhitungkan dengan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu proyek pembangunan. Baru setelah itu disusun pedoman-pedoman kerja yang jelas bagi berbagai kegiatan pembangunan baik berupa industri atau bidang lain, yang memperhatikan faktor perlindungan hidup manusia.

B. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup oleh proses pembangunan
Sebagaimana diarahkan dalam GBHN Tahun 1988, pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan ekonomi jangka panjang untuk mencapai struktur ekonomi yang semakin seimbang dengan sektor industri yang maju dan di dukung oleh sector pertanian yang tangguh. Selanjutnya digariskan pula bahwa proses industrialisasi harus mampu mendorong berkembangnya industri sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi,pencipta lapangan kerja baru,sumber peningkatan ekspor dan penghematan devisa,penunjang pembangunan daerah, penunjang pembangunan sektor-sektor lainnya sekaligus sebagai wahana pengembangan dan panguasaan teknologi.
Industrialisasi merupakan pilihan bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Hal tersebut antara lain disebabkan terbatasnya lahan pertanian. Industrialisasi merupakan suatu jawaban terhindarnya tekanan penduduk terhadap lahan pertanian. Yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa industri merupakan salah satu sektor pembangunan yang sangat potensial untuk merusak dan mencemari lingkungan. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian yang serius maka ada kesan bahwa antara industri dan lingkungan hidup tidak berjalan seiring, dalam arti semakin maju industri akan semakin rusak lingkungan hidup itu.
Industri yang menggunakan teknologi untuk meningkatkan taraf hidup manusia akan memberikan dampak negatif pula berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan. Unsur-unsur pokok yang diperlukan untuk kegiatan industri antara lain adalah:
1.Sumber daya alam (berupa bahan baku,energi dan air)
2.Sumber daya manusia (berupa tenaga kerja pada berbagai tingkatan pedidikan)
3.Peralatan
Kegiatan pembangunan industri yang melibatkan unsur-unsur tersebut dapat menimbulkan dampak negatif yang berupa:
1.Pandangan yang kurang menyenangkan pada wilayah industri
2.Penurunan nilai tanah disekitar industri bagi pemukiman
3.Timbul kebisingan oleh operasi paralatan
4.Bahan-bahan buangan yang dikeluarkan indutri dapat mengganggu atau mengotori udara,air,tanah
5.Perpindahan penduduk yang dapat menimbulkan dampak social
6.Hasil produksi industri dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat
7.Timbulnya kecemburuan social

Rabu, 10 November 2010

KEPENDUDUKAN

Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan distribusi yang tidak merata. Hal itu dibarengi dengan masalah lain yang lebih spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi.. Hal itu diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai beban daripada modal pembangunan. Logika seperti itu secara makro digunakan sebagai landasan kebijakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk Secara mikro hal itu juga digunakan untuk memberikan justifikasi mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan pengaturan pembatasan jumlah anak.Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah kependudukan, dan treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk mencapai sasaran kuantitatif. Hal ini sangat jelas dari target atau sasaran di awal program keluarga berencana dilaksanakan di Indonesia yaitu menurunkan angka kelahiran total (TFR) menjadi separuhnya sebelum tahun 2000. Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila program keluarga berencana di Indonesia lebih diwarnai oleh target-target kuantitatif. Dari sisi ini tidak dapat diragukan lagi keberhasilannya.
Indikasi keberhasilan tersebut sangat jelas, misalnya terjadinya penurunan TFR yang signifikan selama periode 1967 – 1970 sampai dengan 1994 – 1997 . Selama periode tersebut TFR mengalami penurunan dari 5,605 menjadi 2,788 (SDKI 1997). Atau dengan kata lain selama periode tersebut TFR menurun hingga lima puluh persen. Bahkan pada tahun 1998 angka TFR tersebut masih menunjukkan penurunan, yaitu menjadi 2,6.Penurunan fertilitas tersebut terkait dengan (keberhasilan) pembangunan sosial dan ekonomi, yang juga sering diklaim sebagai salah satu bentuk keberhasilan kependudukan, khususnya di bidang keluarga berencana di Indonesia.
Namun kritik tajam yang sering dikemukakan berkaitan dengan program keluarga berencana adalah masih rendahnya kualitas pelayanan KB (termasuk kesehatan), khususnya dalam level operasional di lapangan. Kritik terhadap kualitas pelayanan (salah satunya tercermin dalam hal cara pemerintah mempopulerkan alat kontrasepsi, misalnya melalui berbagai jenis safari) sejak awal sudah muncul, tetapi hal itu dapat diredam sehingga tidak meluas melalui berbagai cara .
Dalam pespektif yang lebih luas, persoalan fertilitas tidak hanya berhubungan dengan jumlah anak sebab aspek yang terkait di dalamnya sebenarnya sangat kompleks dan variatif, misalnya menyangkut perilaku seksual, kehamilan tak dikehendaki, aborsi, PMS, kekerasan seksual, dan lain sebagainya yang tercakup di dalam isu kesehatan reproduksi. Respons terhadap hal ini sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah, khususnya oleh BKKBN dan Meneg Kependudukan (lihat Country Report, 1998 dan Wilopo, 1997). Akan tetapi respons tersebut masih belum menyentuh persoalan mendasar yang ada di dalamnya sehingga isu-isu tersebut belum sepenuhnya tertangani dengan baik.
Kebijakan kependudukan pada masa Orde Baru meskipun dari sisi kuantitatif telah menunjukkan kemajuan yang berarti, namun masih meninggalkan banyak persoalan yang mempunyai kemungkinan meningkat secara signifikan setelah krisis ekonomi.
Indikasi kehamilan tak dikehendaki menjadi isu yang penting dalam fertilitas. Sebagai contoh, ketika angka fertiliitas mencapai angka yang rendah sebagai akibat internalisasi norma keluarga kecil di dalam masyarakat, maka setiap kehamilan besar kemungkinannya adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Biasanya kehamilan tersebut berkaitan dengan kegagalan kontrasepsi. Oleh karena itu, tidak mustahil bahwa insiden kehamilan yang tidak dikehendaki berkaitan dengan pencapaian keluarga berencana. Dalam konteks inilah isu mengenai kualitas pelayanan menjadi penting, khususnya berkaitan dengan pertanyaan siapakah yang bertanggung jawab terhadap kegagalan alat kontrasepsi dan bagaimana menangani hal tersebut.
Penanganan kehamilan yang tidak dikehendaki bukanlah hal yang mudah sebab kehamilan tak dikehendaki juga berkaitan dengan isu aborsi. Hal ini terjadi khususnya apabila kehamilan yang tidak dikehendaki tersebut hanya mistiming dan terjadi pada wanita yang sudah menikah. Akan tetapi banyak kasus menunjukkan bahwa kehamilan yang tidak dikehendaki sering terjadi pada wanita yang belum menikah sebagai akibat dari hubungan seks pranikah. Dalam kasus ini maka solusi yang sering muncul adalah yang kedua yaitu aborsi. Apabila solusi ini yang dipilih oleh si wanita, penyelesaiannya dihadapkan pada undang-undang kesehatan yang tidak membolehkan aborsi kecuali dengan alasan untuk menyelamatkan nyawa ibu. Banyak kasus menunjukkan bahwa aborsi masih menjadi pilihan untuk menyelesaikan kasus kehamilan yang tidak dikehendaki, terutama bagi wanita lajang, meskipun hal itu bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Akibatnya adalah bahwa terjadi aborsi illegal yang seringkali membahayakan nyawa ibu karena dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai kompetensi. Hal ini menjadi agenda penting yang perlu dicari pemecahannya dalam isu
kesehatan reproduksi.
Sementara itu, isu lain yang terkait dengan kesehatan reproduksi adalah kasus pemerkosaan yang tidak hanya menjadi isu internal, tetapi juga internasional, misalnya pemerkosaan yang menimpa TKI perempuan di luar negeri. Selain isu mengenai marital rape juga sudah muncul isu lain mengenai jumlah penderita HIV/AIDS, yang cenderung meningkat secara tajam Situasi HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan jumlah penderita HIV/AIDS pada tahun 1987 hanya 9 orang, namun pada akhir tahun 2005 meningkat tajam menjadi 9.370 orang (Sumber : Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional). Illustrasi ini sekedar memberikan pemahaman bahwa ada banyak masalah yang terkait dengan kesehatan reproduksi yang belum tertangani dengan baik.
Pergeseran masalah fertilitas dari sekedar masalah kuantitatif ke masalah yang lebih mendasar sekaligus merupakan cerminan dari pergeseran pemahaman terhadap fertilitas itu sendiri. Ketika orang mendiskusikan fertilitas semata-mata mengenai jumlah anak, maka banyak aspek yang berkaitan, dengan hasil dari perilaku reproduksi yang mempresentasikan lebih kepada faktor internal daripada faktor eksternal. Sebab persoalan-persoalan yang muncul kemudian adalah lebih banyak ke perilaku reproduksi itu sendiri, bukan pada hasil dari perilaku. Pada saat membicarakan perilaku reproduksi maka di dalamnya bekerja faktor eksternal dan internal secara bersama-sama. Faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor yang berada di luar individu, termasuk di dalamnya faktor-faktor ekonomi sosial dan politik yang dalam skala tertentu bahkan telah melewati batas ruang dan waktu. Sebagai contoh, masalah berkembangnya kasus HIV/AIDS tidak semata-mata hanya dapat dijelaskan dari perilaku individu, tetapi sudah menyangkut liberalisasi pasar yang tercermin dengan semakin bebasnya arus barang dan manusia antar negara. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap usaha untuk mengatasi persoalan tersebut harus memperhatikan faktor eksternal (masalah struktural) Keterkaitan antara masalah kependudukan dengan pembangunan sosial ekonomi terasa lebih kental ketika krisis ekonomi mulai melanda negara-negara Asia. Krisis ekonomi yang telah menyebabkan kenaikan harga barang dan menurunkan daya beli penduduk telah menggeser skala prioritas bagi rumahtangga dalam membelanjakan uang.. Sebelum krisis karena proses internalisasi nilai (value) mengenai keluarga berencana sudah sangat mendalam, kebutuhan alat kontrasepsi sudah masuk kedalam prioritas dalam rumah tangga. Akan tetapi ketika krisis terjadi prioritas tersebut bergeser karena harga alat kontrasepsi meningkat dengan tajam. Hal ini akan menyebabkan dua kemungkinan, pertama adalah terjadinya peningkatan kasus drop out pemakai alat kontrasepsi, dan kedua adalah perubahan penggunaan alat kontrasepsi dari yang efektif ke kurang efektif. Hal ini ditunjang oleh ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan subsidi terhadap harga kontrasepsi karena keterbatasan dana, atau yang lebih kritis lagi adalah berkurangnya persediaan alat kontrasepsi. Dalam jangka panjang hal ini bermuara pada efek yang sama, yaitu peningkatan angka kelahiran. Dengan demikian, krisis ekonomi dikhawatirkan akan mengganggu kesuksesan program keluarga berencana.
Bahasan tersebut menjelaskan bahwa krisis ekonomi telah menyebabkan keterbatasan akses masyarakat terhadap alat kontrasepsi, padahal peningkatan akses tersebut merupakan salah satu kesepakatan Konferensi Internasional mengenai Kependudukan dan Pembangunan di Cairo ((ICPD) tahun 1994, dan Indonesia bersungguh-sungguh untuk melaksanakannya. Artinya usaha Indonesia untuk memperluas akses masyarakat, salah satunya terhadap alat kontrasepsi, akan terhambat.
Penjelasan tersebut hanya menyentuh salah satu sisi akibat dari krisis ekonomi, padahal akibat menurunnya daya beli masyarakat juga telah menyebabkan begitu banyak anak yang kekurangan gizi, yang dalam jangka panjang dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas penduduk Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan bahwa hal ini juga akan berdampak pada meningkatnya risiko kematian, khususnya bayi dan anak.
Sementara itu kombinasi antara ketidakinginan mempunyai anak disertai ketidakmampuan membeli alat kontrasepsi tidak mustahil akan menghasilkan lebih banyak lagi kasus kehamilan yang tidak dikehendaki, pada umumnya kasus kehamilan yang tidak dikehendaki terjadi pada ibu yang berstatus sosial ekonomi rendah. Ini akan menimbulkan masalah tersendiri yang cukup rumit. Sementara itu, sebagaimana telah disebutkan diatas, kasus kehamilan yang tidak dikehendaki tidak hanya terbatas terjadi pada perempuan dengan status menikah, tetapi juga perempuan yang tidak menikah. Untuk kasus terakhir ini besar kemungkinan menghasilkan kasus aborsi. Hal ini akan menambah persoalan aborsi yang pada dasarnya sudah sangat serius di Indonesia.
Aborsi merupakan problem yang serius karena di satu pihak aborsi adalah illegal, tetapi di pihak lain demand terhadap aborsi cenderung meningkat. Akibatnya, banyak aborsi dilakukan secara illegal di tempat-tempat yang (mungkin) mengandung risiko tinggi terhadap keselamatan ibu dan anak. Bayi yang dilahirkan dari kehamilan yang tidak dikehendaki akan mengalami masalah psikologis dalam perkembangannya, dan hal itu tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga/orang tua, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah..
DAFTAR PUSAKA http://mangkutak.wordpress.com

Senin, 25 Oktober 2010

EKOLOGI DAN AZAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN

A. Ruang Lingkup Ekologi
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas.
Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.

Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.

B. Asas Pengelolaan Lingkungan
Salah satu permasalahan kebijaksanaan yang belum dikedepankan oleh pemerintah selama ini adalah bahwa dalam penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan, Pemerintah tidak memiliki dan menerapkan asas-asas umum kebijakan lingkungan ( General Principles of Environmental Policy ) yang secara umum telah dipergunakan di negara-negara yang memiliki komitmen tinggi dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Beberapa asas umum kebijaksanaan pengelolaan lingkungan tersebut antara lain adalah :
(1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the source),
(2) asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik,
(3) prinsip pencemar membayar ( polluter pays principle ),
(4) prinsip cegat tangkal ( stand still principle ) dan ,
(5) prinsip perbedaan regional.

Artinya, kebijaksanaan pemerintah dalam penanganan permasalahan lingkungan saat ini masih dipandang secara parsial dan tidak didasari hasil kajian yang komprehensif. Dua masalah penting yang mengakibatkan bencana lingkungan terbesar adalah masalah dinamika dan tekanan kependudukan, yang berimplikasi pada semakin beratnya tekanan atau beban lingkungan. Kondisi ini diperparah dengan kebijaksanaan pembangunan yang bias kota yang kemudian mengakibatkan terjadinya perusakan tata ruang, pencemaran lingkungan akibat industri, penyempitan lahan pertanian serta koversi hutan yang tak terkendali.

Tekanan atau beban lingkungan yang cukup besar tersebut sangat berkaitan dengan perencanaan tata ruang yang konsisten berbasis pada daya dukung lingkungan, pertumbuhan industri yang tidak ramah lingkungan sehingga mengakibatkan pencemaran, kekumuhan lingkungan yang diakibatkan oleh pemusatan jumlah penduduk melebihi daya dukung lingkungan, dan tekanan terhadap hutan dari aktivitas illegal logging dan konversi lahan dan hutan untuk pertambangan, perkebunan, dan industri.

C. Permasalahan Keterbatasan SDA dalam Pembangunan
Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.

Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.

Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.

Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.

D. Peran Teknologi dalam Pengelolaan SDA
Kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah jika dibandingkan dengan beberapa negara maju yang ada saat ini, seperti Jepang, Singapura dan lain-lain, dapat dibayangkan apabila kemampuan meguasai teknologinya lebih maju maka tentunya akan mampu menjadi salah satu negara yang makmur dengan masyarakat yang sejahtera sebagai negara maju. Tanpa peran inovasi serta IPTEK, maka niscaya nilai tambah yang tinggi tidak akan diperoleh dan daya saing produk pun menjadi lemah. Dimana persaingan saat ini sangat terkait dengan pola produksi yang mengikuti proses modernisasi yang mengedepankan aspek inovatif, efektif dan efisien serta kompetitive.

Keadaan empirik tersebut, menjadikan IPTEK sebagai harapan dan orientasi pengembangan Investasi di Indonesia ke masa depan, hal ini dilihat dengan potensi sumber kekayaan alam Indonesia yang masih sangat besar, dan masih akan sangat menjanjikan untuk jangka waktu panjang. Penciptaan dan penerapan teknologi yang sesuai dalam mengupayakan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam Indonesia akan dapat jauh lebih optimal. Sehingga ’dongeng’ tentang kekayaan alam yang dikandung bumi Indonesia benar-benar akan nampak, sehingga dapat dinikmati dan digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Pembangunan Iptek ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia; untuk penyediaan dan pengolahan sumber daya alam dan energi; untuk pengembangan industri serta pelestarian lingkungan; dan untuk pertahanan dan keamanan. Dengan pengertian bahwa penciptaan, pemanfaatan untuk upaya pengelolaan berbagai potensi sumber daya alam bagi manusia adalah dimaksudkan untuk terjadinya kondisi harmonis yang dapat selaras dengan lingkungan yang pada akhirnya sebagai potensi pengembangan bangsa akan menjadi sumber potensi untuk mendukung kekuatan nasional.

Kehadiran teknologi knowledge-based expert system yang fokus pada pemrosesan pengetahuan (knowledge processing), merupakan suatu paradigma baru di dalam memberi solusi pengelolaan sumberdaya alam.Mengingat begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi di dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di negara kita.

Maka tidak ada pilihan lain kita harus segera menguasai dan mengembangkan teknologi yang mampu memberikan solusi nyata. Teknologi berbasis pengetahuan (knowledge-based expert system) dengan berbagai kehandalannya merupakan suatu terobosan baru yang mampu memberi nilai tambah di dalam pengelolaan sumber daya alam secara lebih baik.

Dampak dari kemajuan teknologi komputer yang mampu menggantikan tugas manusia di era intelijensi ini tidak akan mengurangi lapangan pekerjaan, bahkan sebaliknya akan membuka lapangan kerja baru yang lebih efisien. Bermimpi tentang kehebatan teknologi expert system sudah waktunya dihentikan, sekarang mimpi itu harus segera diwujudkan dengan melakukan kajian-kajian di dalam pengembangan teknologi ini sebagai suatu paradigma baru di dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.

SUMBER DAYA ALAM

Sumber daya alam adalah segala potensi alam yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sumber daya alam ialah semua kekayaan alam baik berupa benda mati maupun benda hidup yang berada di bumi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Proses terbentuknya sumber daya alam di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor,antaralain :
1. Secara astronomis, Indonesia terletak di daerah tropik dengan curah hujan tinggi menyebabkan aneka ragam jenis tumbuhan dapat tumbuh subur. Oleh karena itu Indonesia kaya akan berbagai jenis tumbuhan.
2. Secara geologis, Indonesia terletak pada pertemuan jalur pergerakan lempeng tektonik dan pegunungan muda menyebabkan terbentuknya berbagai macam sumber daya mineral yang potensial untuk dimanfaatkan.
3. Wilayah lautan di Indonesia mengandung berbagai macam sumber daya nabati, hewani, dan mineral antara lain ikan laut, rumput laut, mutiara serta tambang minyak bumi.

Persebaran Sumber Daya Alam
Hayati teridiri dari sumber daya alam hewani dan nabati yang tersebar didarat dan laut selain hutan yang luas, Indonesia memiliki perkebunan dan pertanian tersebar hampir di seluruh Indonesia.

Jumlah dan kualitas sumber daya alam sangat banyak dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia selain itu kualitasnya pun sangat bagus sehingga dapat diekspor di berbagai negara sehingga dapat memenuhi devisa negara.

Jenis sumber daya alam yang diekspor seperti minyak bumi, gas alam dan bahan tambang lainnya serta hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pariwisata selain itu hasil industri juga dapat diekspor keluar negeri.

Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai modal dasar, sumber daya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi dengan cara yang tidak merusak. Oleh karena itu, cara-cara yang dipergunakan harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan dimasa datang.
Tenaga ahli memanfaatkan sumber daya alam dengan teknologi yang canggih. Tenaga ahli yang bermutu akan menghasilkan bibit yang bermutu dan menghasilkan tanaman yang berkualitas dan menghasilkan industri yang berkualitas.
Teknologi yang digunakan beserta alat-alatnya yang berkembang dengan pesat dapat mempercepat dan mempermudah produktivitas alat-alat yang digunakan tenaga ahli Indonesia masih kurang canggih seperti di negara-negara maju tetapi tenaga ahli Indonesia masih bisa menghasilkan sumber daya alam yang memuaskan.

Pencemaran
Terjadi karena ulah manusia sendiri yang menyebabkan berubahnya keadaan alam karena adanya unsur-unsur baru atau meningkatnya sejumlah unsur baru sehingga menyebabkan berbagai jenis pencemaran seperti :
1. Pencemaran udara : hasil limbah industri, limbah pertambangan, asap rokok, asap kendaraan bermotor karena mengeluarkan karbon monoksida, karbon dioksida, belerang dioksida yang menyebabkan udara tercemar dan susah bernafas.
2. Pencemaran suara-suara dapat ditimbulkan dari bisingnya suara mobil, kereta api, pesawat udara dan jet.
3. Pencemaran air dari pembuangan sisa-sisa industri secara sembarangan bisa mencemarkan sungai dan laut.
4. Pencemaran tanah.

Pencemaran dapat dicegah dengan tidak membuang limbah sembarangan seperti pabrik-pabrik yang selalu membuang limbah, mengurangi kendaraan berasap dan mengurangi kebisingan yang ada dan banyak lagi yang lain.

Mengatasi pencemaran
a. Dengan mengadakan penghijauan dan reboisasi, usaha penghijauan dan reboisasi hutan dapat mencegah rusaknya lingkungan yang berhubungan dengan air, tanah dan udara.
b. Dengan membuat sengkedan pada lahan yang miring untuk mencegah erosi dan menjaga kesuburan tanah yang berbukit-bukit dan miring.
c. Pengembangan daerah aliran sungai merupakan daerah peta terhadap kerusakan dan pencemaran karena sering terjadi pengikisan lapisan tanah oleh aliran sungai.
d. Pengelolaan air limbah
- dengan pengaturan lokasi industri agar jauh dari pemukiman penduduk
- mencegah agar saluran air limbah jangan sampai bocor
- industri yang menimbulkan air limbah, diwajibkan memasang peralatan pengendali pencemaran air.
e. Penertiban pembuangan sampah dengan cara sebagai berikut :
1. dibakar
2. untuk makan ternak
3. untuk biogas
4. untuk bahan pupuk
f. Dengan mengadakan daur ulang terhadap bahan-bahan bekas dan sampah organik.

Langkah-Langkah Efisiensi di Bidang Kehutanan (Pemanfaatan Limbah)

a. Limbah kayu didalam hutan
Untuk memanfaatkan limbah kayu didalam hutan dan kayu-kayu yang tidak
komersiil cukup rumit. Hal ini perlu pertimbangan secara ekonomis dan
ekologis. Pertimbangan secara ekonomis, apabila pemanfaatan limbah
diserahkan kepada HPH, maka perlu suatu peraturan khusus atau
pemanfaatan limbah diserahkan kepada masyarakat. Pemanfaatan limbah oleh
masyarakat perlu dikaji atau dicarikan jalan keluar dari sisi pemasaran.
Beberapa produk yang dapat dihasilkan dari limbah antara lain papan dengan
ukuran tertentu, partikel atau sortimen lainnya.
limbah tidak dimanfaatkan, maka akan dapat meningkatkan kesuburan tanah
untuk unsur tertentu. Hal yang perlu diantisipasi jangan sampai limbah tersebut
mengundang datangnya patogen, hama atau penyakit hutan tertentu.
Disamping itu perlu dicarikan suatu solusi agar dekomposisi dapat berjalan
secara tepat. Penggunaan bahan kimia tertentu untuk mempercepat
dekomposisi kayu perlu dikaji secara ekonomis dan ekologis agar tidak
menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Dekomposisi secara alami
yang telah dikaji Prasetyo (1998) dari LIPI bahwa mikroorganisme yang ada
pada kayu terdekomposisi lebih 500 jenis dan tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan. Hal ini perlu dipertanyakan penggunaan EM-4 atau bahan lainnya,
sehingga dari sisi ekonomis dan ekologis dapat seimbang.

b. Limbah kayu yang ada diindustri
Limbah kayu yang ada di industri dalam bentuk log core dapat dimanfaatkan
sebagai papan dalam bentuk ukuran tertentu. Papan tersebut dapat dijual
secara local, untuk paking, atau yang lainnya. Dari hasil kajian limbah sebesar
0,67 m3 akan diperoleh papan 77,6% (Tabel 6). Limbah log core sebesar 22,4
% berupa serbuk gergaji dan sebetan yang tidak memiliki demensi panjang,
tebal dan lebar tertentu. Limbah tersebut digunakan sebagai penghara pada
mesin boiler.

Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang
penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber
daya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan
merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.
Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek
konservasi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang
hanya berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi
menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Oleh
karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi
juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian
serta kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber
daya alam dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor
pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya
alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap
terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan
dan ruang bagi peranserta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan.

Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam perumusan
kebijakan pengelolaan sumber daya alam terutama dalam rangka perlindungan
dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, kontrol masyarakat
dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
merupakan hal yang penting. Dengan demikian hak dan kewajiban masyarakat
untuk memanfaatkan dan memelihara keberlanjutan sumber daya alam dan
lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam pengelolaan dapat
berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya alam, termasuk
kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman
Hayati, kerusakan konservasi alam, dan sebagainya. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadarkerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara lain berupa pencemaranindustri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dankesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan,kegiatan pertanian, penangkapan ikan, dan eksploitasi hutan lindung yangmengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam
dan lingkungan hidup dewasa ini, maka kebijakan di bidang sumber daya alam
dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya:
(1) mengelola sumber daya alam,
baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui melalui
penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung
dan daya tampungnya,
(2) memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat,
(3) memelihara kawasan konservasi yang sudah
ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu, dan (4)
mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan
lingkungan.

Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumber
daya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah memberi konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan pembangunan.

Pembangunan nasional yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut membuat pembangunan memiliki beberapa kelemahan, yang sangat menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang semestinya dalam mengelola usaha dan atau kegiatan yang mereka lakukan, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan dan penegakan sistem hukum serta upaya rehabilitasi lingkungan. Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :
• Regulasi Perda tentang Lingkungan.
• Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
• Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
• Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
• Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
• Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
• Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
• Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan. Permasalahan yang terjadi tersebut memerlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup yang secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982.

Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya. Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup dan ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.

Peranan pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang dibuat
Pemanfaatan SDA secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek pelestariannya dapat meningkatkan tekanan-tekanan terhadap kualitas lingkungan hidup yang pada akahirnya akan mengancam swasembada atau kecukupan pangan semua penduduk di Indonesia. Oleh karena peran pemerintah dalam memberikan kebjakan tentang peraturan pengelolaan SDA menjadi hal yang penting sebagai langkah menjaga SDA yang berkelanjutan.

Kebijakan yang di buat oleh pemerintah tidak hanya ditetapkan untuk dilaksanakan masyarakat tanpa pengawasan lebih lanjut dari pemerintah. Pemerintah memiliki peran agar kebijakan tersebut diterapkan sebagaimana mestinya oleh masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
• Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
• Memerlukan peranan lokal dalam mendesain kebijakan.
• Membangun hubungan interdependensi antar daerah.
• Menetapkan pendekatan kewilayahan.

Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup lebih diprioritaskan di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
1. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
2. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
3. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
4. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.

Dari penjelasan di atas sebaiknya peran pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan (legislatif) dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan pemerintah :
1. Melakukan pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta memberikan dana bagi institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi tersebut. Misalnya teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
2. Mengajak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA untuk ikut serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan corporate sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap eksploitasi SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan melakukan CSR.
3. Mengkampayekan Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada tempatnya, tentunya dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang levelitas).
4. Mensosialisasikan dengan tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
5. Meningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti pengetahuan serta keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program CSR
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001 menghasilkan sebuah ketetapan yang penting bagi masa depan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dengan disyahkannya TAP MPR RI No. IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, ada titik harapan dari proses reformasi di bidang agraria dan pengelolaan sumber daya alam, yang sebelumnya tidak pernah mendapatkan perhatian dari para pengambil kebijakan. Didesakkannya permasalahan ini menjadi agenda ST MPR RI, pun melewati proses yang cukup panjang dimana inisiasinya antara lain dimotori oleh Kelompok Kerja Organisasi Non Pemerintah untuk Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, yang terus mengawal proses perumusan kebijakan ini, sampai menjadi sebuah ketetapan MPR.
Secara substansial, keluarnya ketetapan ini dilandasi kesadaran pemikiran tentang kegagalan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup sebelumnya. Dalam konsideran TAP MPR tersebut dijelaskan beberapa peta permasalahan yang membuat keputusan politik ini lahir, diantaranya :
(a) sumber daya agraria dan sumber daya alam harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur;
(b) adanya persoalan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan sosial ekonomi rakyat serta kerusakan sumber daya alam;
(c) pengelolaan sumber daya agaria dan sumber daya alam selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik;
(d) peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agraria dan sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan; serta
(e) pengelolaan sumber daya agraria dan sumber daya alam yang adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta masyarakat, serta menyelesaikan konflik;

Selain daftar panjang permasalahan sebagaimana disebutkan dalam konsideran TAP MPR, terdapat kecemasan kuat dari berbagai pihak bahwa bencana ekologis tetap menghantui dibalik kecendrungan yang bersifat global maupun nasional. Pada tataran global, terdapat peningkatan kecendrungan
(1) bersikukuhnya negara maju untuk memposisikan Indonesia sebagai negara pengutang yang baik, konsumen yang baik, penanggung beban ekologi yang sabar, bahkan sebagai entitas baru yang memiliki kemampuan competibility yang tinggi dengan kebutuhan sistem ekonomi, politik dan ideologi global yang eksploitatif,
(2) menguatnya kekuatan sindikasi permodalan internasional yang memiliki mobilitas permodalan yang tinggi, dan mampu menjangkau sekaligus hingga ke basis-basis sumber daya alam maupun pasar domestik.

Minggu, 26 September 2010

EKOLOGI DAN ASAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN


A.Lingkup Ekologi
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungannya. Berasal dari kata Yunani oikos (“habitat”) dan logos (“ilmu”). secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. yang merupakan makhluk hidup adalah lingkungan hidupnya.Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu lingkungan. Berbicara ekologi pasti berbicara mengenai semua makhluk hidup dan benda-benda mati yang ada di dalamnya termasuk tanah,air, udara dll. Dimana lingkungan yang ditempati berbagai jenis makhluk hidup tersebut saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
B. Asas Pengelolaan Lingkungan
Beberapa asas umum kebijaksanaan pengelolaan lingkungan tersebut antara lain adalah:
1.      asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the source).
2.      asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik.
3.      prinsip pencemar membayar ( polluter pays principle ),
4.      prinsip cegat tangkal ( stand still principle ).
5.      prinsip perbedaan regional.
Artinya, kebijaksanaan pemerintah dalam penanganan permasalahan lingkungan saat ini masih dipandang secara parsial dan tidak didasari hasil kajian yang komprehensif. Dua masalah penting yang mengakibatkan bencana lingkungan terbesar adalah masalah dinamika dan tekanan kependudukan, yang berimplikasi pada semakin beratnya tekanan atau beban lingkungan. Kondisi ini diperparah dengan kebijaksanaan pembangunan yang bias kota yang kemudian mengakibatkan terjadinya perusakan tata ruang, pencemaran lingkungan akibat industri, penyempitan lahan pertanian serta koversi hutan yang tak terkendali.Tekanan atau beban lingkungan yang cukup besar tersebut sangat berkaitan dengan perencanaan tata ruang yang konsisten berbasis pada daya dukung lingkungan, pertumbuhan industri yang tidak ramah lingkungan sehingga mengakibatkan pencemaran, kekumuhan lingkungan yang diakibatkan oleh pemusatan jumlah penduduk melebihi daya dukung lingkungan, dan tekanan terhadap hutan dari aktivitas illegal logging dan konversi lahan dan hutan untuk pertambangan, perkebunan, dan industri.Dalam rangka hari lingkungan hidup, 5 Juni 2006, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menuntut adanya perbaikan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam dengan pendekatan yang lebih komprehensif dengan mendasarkan pada penerapan asas-asas umum kebijaksanaan lingkungan yakni :
1. asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the source) antara lain dengan mengembangkan kebijakan pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga dan tingkat sumber sampah lainnya, kebijakan sistem pengawasan industri, kebijakan konservasi dan penyeimbangan supply ­ demand dalam pengelolaan hutan, mencabut kebijakan perijinan tambang dikawasan hutan, mencabut kebijaksanaan alih fungsi hutan untuk perkebunan di kawasan perbatasan serta kebijaksanaan pengembangan industri berbasis pertanian ekologis.
 2. asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik, antara lain melalui pengembangan kebijaksanaan industri bersih, kebijaksanan insentif bagi pengadaan alat pengelolah limbah, kebijaksanaan pengelolaan lingkungan industri kecil.
3.prinsip pencemar membayar (polluter pays principle) melalui pengembangan kebijaksanaan pemberian insen tif pajak pemasukan alat pengelolah limbah bagi industri yang taat lingkungan,insentif lain bagi pengembangan industri yang melakukan daur ulang (reused, recycling).
4. prinsip cegat tangkal (stand still principle) dengan melakukan pengembangan sistem pengawasan import B-3, kebijaksanaan pengelolaan hutan dan DAS berbasis masyarakat.
5. prinsip perbedaan regional dengan mengembangkan kebijaksanaan insentif berupa subsidi dari wilayah pemanfaat (hilir) kepada wilayah pengelolah (hulu), secara konsisten, partisipatif dan berbasis pada keadilan lingkungan (eco justice).
C. Permasalahan,Keterbatasan SDA dalam Pembangunan
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah memberi konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan pembangunan.
Pembangunan nasional yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut membuat pembangunan memiliki beberapa kelemahan, yang sangat menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang semestinya dalam mengelola usaha dan atau kegiatan yang mereka lakukan, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan dan penegakan sistem hukum serta upaya rehabilitasi lingkungan. Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :
1.      Regulasi Perda tentang Lingkungan.
2.      Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
3.      Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
4.      Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
5.      Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
6.      Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
7.      Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
8.      Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan. Permasalahan yang terjadi tersebut memerlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup yang secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982.
Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya. Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup dan ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.

D. Peran Teknologi dalam Pengelolaan SDA 
Pembangunan Iptek ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia; untuk penyediaan dan pengolahan sumber daya alam dan energi; untuk pengembangan industri serta pelestarian lingkungan; dan untuk pertahanan dan keamanan. Dengan pengertian bahwa penciptaan, pemanfaatan untuk upaya pengelolaan berbagai potensi sumber daya alam bagi manusia adalah dimaksudkan untuk terjadinya kondisi harmonis yang dapat selaras dengan lingkungan yang pada akhirnya sebagai potensi pengembangan bangsa akan menjadi sumber potensi untuk mendukung kekuatan nasional.
Kehadiran teknologi knowledge-based expert system yang fokus pada pemrosesan pengetahuan (knowledge processing), merupakan suatu paradigma baru di dalam memberi solusi pengelolaan sumberdaya alam.Mengingat begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi di dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di negara kita.
Maka tidak ada pilihan lain kita harus segera menguasai dan mengembangkan teknologi yang mampu memberikan solusi nyata. Teknologi berbasis pengetahuan (knowledge-based expert system) dengan berbagai kehandalannya merupakan suatu terobosan baru yang mampu memberi nilai tambah di dalam pengelolaan sumber daya alam secara lebih baik.
Dampak dari kemajuan teknologi komputer yang mampu menggantikan tugas manusia di era intelijensi ini tidak akan mengurangi lapangan pekerjaan, bahkan sebaliknya akan membuka lapangan kerja baru yang lebih efisien. Bermimpi tentang kehebatan teknologi expert system sudah waktunya dihentikan, sekarang mimpi itu harus segera diwujudkan dengan melakukan kajian-kajian di dalam pengembangan teknologi ini sebagai suatu paradigma baru di dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hamilton, W. H.  1932. Institution. In E. R. A. Seligman and A. Johnson. (Eds.). Encyclopedia of the Social Sciences. Vol.8
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997. Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
Knight, J.  1992. Institution and Social Conflict. Cambridge University Press.
Marfai, M.A. 2005. Moralitas Ligkungan, Wahana Hijau, Yogyakarta Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2002. Rencana Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemda Propinsi DI Yogyakarta.
Miller, G.T. Jr. 1995. Environmental Science Sustaining the Earth. Wadsworth Publishing Co. Belmont.
North, D. C. 1990. Institutions, Institutional Change and Economics Performance. Cambridge University Press.
Ostrom, E. (1990). Governing of the common. The Evolution of Institutions for Collective Action. Cambridge University Press.
Schmid, A.  1972.  The Economic Theory of Social Institution. American Journal of Agricultural Economics. 54:893-901
Schotter, A. (1981). The Economic Theory of Social Institutions. Cambridge, Cambridge University Press.
Williamson, O.E. 1996. The Mechanisms of Governance. Oxford University Press. Oxford.